SECUIL PENGALAMAN NGAJAR LES

SECUIL PENGALAMAN NGAJAR LES

Saat aku KKN di Gunungkidul (Juli-Agustus 2017), kebetulan di rumah Pak Dukuh aku sempat membaca buku Kick Andy Heroes Hope (Bentang, 2013). Kisah-kisah di buku itu menginspirasiku, khususnya bab “Fauzanah dan Puskesmas Matematika” (hal. 53-77). Ibu Fauzanah guru Matematika SMPN 1 Parakan Temanggung, membuka les gratis di rumahnya yang dinamakan “Puskesmas Matematika”. Setiap siswa dari sekolahnya yang kurang pintar matematika beliau ajak ke rumahnya untuk mengikuti pelajaran tambahan.

Jam belajar tambahan dari jam 14.00 sampai 21.00, tiap hari selalu ramai. Anak-anak yang ikut les ternyata datang dari berbagai sekolah, dari SD sampai SMA. Siswa les dari keluarga mampu biasanya membayar Rp. 50 ribu per bulan. Namun kebanyakan siswanya berasal dari keluarga yang kurang mampu. Bu Fauzanah juga sering mengasuh anak-anak yang hampir putus sekolah. Berkat kebaikan dan didikannya, mereka bisa mengenyam pendidikan hingga ke perguruan tinggi ternama dan meraih berbagai prestasi seperti juara olimpiade matematika dari tingkat propinsi, nasional hingga internasional.

Kisah inspirasi dari Bu Fauzanah mengalirkan energi positif. Aku akan mengikuti jejak pengabdian beliau semampuku. Semasa KKN, kami beberapa kali ikut membantu mengajar di SDN Trowono 3 ketika ada kelas kosong (sebab kekurangan guru, kepala sekolah pun sering ngajar di kelas). Aku dan tim juga memberikan les matematika untuk kelas 4, 5 dan 6. Matematika adalah pelajaran terfavoritku saat SD. Aku seperti bernostalgia. Jadi, aku pun sangat bergairah dalam mentransfer materi kepada anak-anak. Aku lihat anak-anak antusias dan bisa menikmati pelajaran dengan asyik.

Saat lepas magrib, pas jadwalnya, kami melayani anak-anak SMP sekitar Dukuh Baros Lor yang minta les privat. Kami membantu mengerjakan soal-soal matematika dari buku/LKS mereka. Tak hanya matematika, kadang pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan IPA. Namun yang paling favorit tentu matematika. Pada sesi ini, aku dan beberapa teman membantu sedikit. Yang paling berperan adalah kawanku, Sabiq. Anak-anak semangat belajarnya terpancar sebab ada kakak-kakak baik yang menemaninya. Senyumnya mereka merekah.

Sepulang dari KKN kami beralih menjalani aktivitas seperti semestinya. Aku ingin melanjutkan spirit mengajar les matematika. Aku beberapa kali mengajak anak-anak di sekitar masjid belajar matematika gratis. Yang sempat ikut program les matematika gratis ini adalah anak-anak TPA Masjid Dakwatul Islam, Ngentak Sapen dan anak-anak TPA Masjid At-Tauhid, Sapen. Aku juga pernah ngajar les gratis beberapa Minggu di Sanggar Komunitas Kantong Pintar.

Aku pun membuat 10 poster les matematika gratis 4 kali pertemuan dan aku pasang di beberapa papan pengumuman masjid besar. Pernah aku saksikan, baru sehari di pasang hari berikutnya poster les matematika gratis itu di buang oleh entah siapa. Dari sebaran poster itu cuma ada satu orang yang SMS, namun belum jadi les, mungkin karena jarak rumahnya jauh. Saat itu aku bilang ke beliau bisa les hari Minggu di Perpus Kota atau Perpus BPAD.

Aku buat promosi les gratis di WA/grup WA, OLX, FB/grup FB, koran Tribun Jogja dan Kedaulatan Rakyat. Tak ada satu pun yang menghubungi. Tak menyerah sampai di situ, aku buat sekitar 200 brosur. Isinya kini sedikit berbeda. Les matematika dengan gratis di pertemuan pertama. Jika dilanjutkan secara kontinyu, jaminannya siswa jadi lebih senang belajar matematika, bisa berhitung cepat dan nilainya tinggi.

Aku sebar di toko-toko buku, masjid-masjid, car free day dan Sunday Morning JEC. Lima bulan brosur disebar, tak ada satu pun orang yang menghubungi. Sementara itu, aku sudah punya satu siswa les tetap, tetangga kosku. Orang tua si anak membayar setiap tiga pertemuan sekali. Anaknya adalah kelas 6 SD Islam Warungbroto. Si anak sebelumnya menghitung  lumayan lambat dan susah mencerna soal-soal cerita. Dengan kesabaran aku memberi tahu cara berhitung cepat dan langkah-langkah menyederhanakan soal-soal cerita. Si anak semula benci matematika. Aku berusaha menanamkan mindset positif pada pikirannya lewat komunikasi. Belum lama ini ibunya memberi tahu kalau nilai Try Out Matematikanya nilainya tertinggi kedua di kelas.

Aku sudah lupa dengan brosur-brosur les matematika yang pernah aku sabar. Namun tiba-tiba ada seorang ibu telepon, minta anaknya diles. Beliau memberi info nama dan alamat lengkapnya via SMS. Aku menjawab siap. Dua hari berikutnya Ibu SMS lagi, “Kapan bisa mulai les?” Aku jawab nanti malam boleh. Malam itu aku datang ngeles di daerah dekat PKU Muhammadiyah.

“Ini sistem bayarnya gimana, Mas? Mau tiap pertemuan sekali atau sebulan sekali atau gimana? Saya manut aja sih.”

“Khusus pertemuan pertama ini, saya kasih gratis saja, Bu. Kalau si anak memang suka belajar dengan saya, boleh lanjut lagi. Prinsipnya saya senang membantu anak belajar.”

“Oh gitu...”

“Nggih, Bu. Kalau si anak cocok dan senang belajar sama saya, bisa lanjut. Kalau gak cocok ya gak papa. Kalau bayarnya tiap sudah tiga pertemuan aja.”

“Eca gimana? Besok mau les lagi? Mau belajar sama Kak Amri lagi?”

Iya bilang iya, mengangguk dan senyumnya malu-malu. Bahkan ibunya berharap bisa diles seminggu tiga kali, tapi aku menyanggupinya seminggu dua kali.  Lalu aku pamit.

Tiap aku ngajar les selalu disuguhi cemilan dan minuman. Kadang dibikinkan makanan mie goreng atau mie rebus plus telor. Duh, jadi enak. Hehe.

Aku mengajar les dengan totalitas. Selalu membawa kertas-kertas oretan, alat tulis dan tiga buku pendukung. Suatu hari aku izin belum bisa ngeles dulu sebab kurang enak badan. Keesokan harinya Eca telepon, “... Semoga cepat sembuh ya....” Telpon mati. Lalu dia telepon lagi pakai nomor yang berbeda, “... Besok bisa les kan?” Aku jawab bisa, insyaAllah.

Yogyakarta, 25 Maret 2018

**
Amin Sahri atau Amri, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Aktivitasnya lebih sering ke toko buku daripada ke kampus. Kebiasaan anehnya adalah memfoto buku-buku di setiap toko yang disinggahi. Dia juga ahli mengetahui berat buku hanya dengan menimang dengan tangannya. Amri bahkan kerap lebih hapal letak buku ketimbang karyawan toko. Sudah ratusan kali dia dikira karyawan toko Gramedia, Togamas, dan Sosial Agency Baru. Dia juga hapal ongkos kirim ke ribuan daerah tanpa menggunakan alat bantu. Dia juga hapal stok buku di seluruh markas buku Jogja.
***

Komentar