Anak SD Menaklukkan Angka Jutaan Hanya 3 Detik

Anak SD Menaklukkan Angka Jutaan Hanya 3 Detik (Pengalaman Mengajar di SD Trowono 3)

Aku bersyukur, lokasi KKN kelompokku ditempatkan di Dusun Baros Lor, Desa Monggol, Saptosari, Gunungkidul. Meski ada beberapa kendala, tapi inilah yang namanya KKN, kami mesti berjuang dan mengabdi: jangan manja dan banyak cincong. Kondisi geografis dan sosiologis yang berbeda, mengharuskan kami untuk beradaptasi. Tantangan-tantangan yang ada di sini, mesti dihadapi, bukan dihindari.

Warga menyambut kami dengan sangat baik dan ramah. Senyum mereka merekah. Ucapannya meneduhkan. Inilah ketulusan yang indah. Teh hangat dan singkong goreng, bakar atau rebus jadi sajian khas yang biasa kami nikmati saat bertamu ke rumah-rumah warga. Kami ngobrol sekaligus (diam-diam) belajar pada mereka sang guru kehidupan yang nyata.

Banyak cerita yang terlahir dan terukir di benakku selama masa KKN. Aku tulis cerita ini selagi aku masih kuat menulis. Program kerjaku di sini telah ditunaikan semua. Diantaranya yaitu "Pelatihan Menulis untuk Siswa SD", "Pelatihan Hitung Cepat untuk Siswa SD", dan "Sosialisasi Pentingnya Menabung Sejak Dini". Meski program kerja (proker) yang sasarannya Siswa SD Trowono III hanya tiga kegiatan, namun aku ikut membantu beberapa kegiatan lain. Seperti membantu proker "Olimpiade Matematika", "Sosialisasi Bahaya Penggunaan HP bagi Anak", "Praktik Membuat Alat Peraga Sains", Dll. Di sisi lain, aku dan teman kelompokku yang masuk SD, biasa dimintai tolong Kepala Sekolah, Bu Mulyani, untuk mengisi kelas-kelas yang kosong karena wali kelasnya tidak masuk atau sedang ada kepentingan lain.
***

Aku senang berkunjung ke SD Trowono III. Aku senang melihat semangat mereka dalam belajar. Guru-guru juga menyambut kami dengan sangat baik. Tak pernah luput kami disuguhi teh hangat, gorengan, roti atau cemilan lainnya. Kami juga dipersilahkan pakai wi-fi dan diberitahu password-nya. Nah karena ini, aku dan anak-anak jadi senang, kalau istirahat atau pulang sekolah, kita cari hiburan nonton video dari Youtube.

Tingkah polah anak-anak bermacam-macam. Ada yang mudah dibimbing, ada yang susah diajak kerja sama. Bagaimana pun perilaku mereka, aku terus berusaha menyayangi mereka dan mengajar dengan kesabaran. Memang kadang anak-anak nyebelin dan suka usil. Barangkali itu sebuah cara mereka menjalin keakraban dengan kami.

Aku pernah masuk kelas 3, bocah-bocahnya sering rusuh. Ada Rohmadi, Deni, Gita, dkk. Ada juga Putri yang punya indra keenam. Tempo hari dia melihat pocong di pohon so samping kelas. Saat aku mengajar, ada yang berkelahi, ada yang bicara melulu dengan teman sekitar bangkunya. Aku terus berusaha agar mereka bisa antusias memperhatikan apa yang aku sampaikan. Aku sampai capek dan energi amat terkuras (menerangkan dengan teriak karena anak-anak pada berisik dan sering bermain sendiri). Tapi tak masalah. Ini adalah 'soal rumit' yang mesti aku taklukkan agar aku naik level.

Aku pernah ngisi kelas 4, bocah-bocahnya manut, mudah diajak belajar dan mematuhi arahan-arahan kami. Di sini ada Hafiz, Aziz, Alvin, Adel, dan si kembar Yani-Yanti anak Pak Lurah  Desa Monggol yang lucu, lugu dan sering malu-malu. Ada pula Anisa yang percaya diri, punya keingintahuan yang tinggi, namun dia pernah menangis gara-gara dia berusaha mengerjakan soal pembagian namun masih belum bisa. Teman-teman perempuan mendekati Anisa, mengelus pundaknya dan menenangkannya. Siswa laki-laki ikut berusaha menghentikan sedihnya "Nis, kalau kita salah, kita mohon maaf yo?" Aku mencoba menghiburnya, memberinya hadiah buku, dan membesarkan hatinya. Suara tangisnya kini reda dan senyumnya kembali rekah.

Aku juga ngisi kelas 5. Bocah-bocahnya ada yang kalem, ada pula yang bandel-bandel. Kelas 5 dihuni 18 siswa. Ada Alvin, Ega, Wiwid, Icha, Winda, Dina, si kembar Rian dan Rio, dkk. Di kelas, saat aku menerangkan, anak-anak cewe tangannya meliuk-liuk dan nyanyi yel-yel "dam dam cis dam dam .... *aku gak tahu kelanjutannya" Aku bingung. Ini maksudnya apa? Lalu anak-anak cowo balas nyanyi dan goyang "Atiku keroso loro nyawang koe rabi karo wong liyo..." Aku makin bingung dan bengong. Kelas ini acap kali geger, baik siswa perempuan ataupun lelaki, sering meledekku "Cie cie Mas Amri...". Kelas 5 suka jail, tapi kalau aku sedang ngisi kelas lain, kadang mereka iri. Pernah aku diseret-seret masuk kelas 5. Aku sudah di hadapan mereka yang (tumben) duduk rapi, tenang dan berwajah sumringah.

Aku baru bicara 3 menit di depan, wali kelas datang dan berujar "Maaf Mas, kelas 5 sama saya dulu. Yang kosong kelas 3."

"Oya Maaf Bu, saya belum tahu. Tadi saya diajak anak-anak buat masuk," jawabku.

"Adik-adik, saya keluar dulu ya. Kalian yang semangat belajarnya ya sama Bu Marwanti," pungkasku.
***

Kelas 6 jadi kelas yang paling kondusif. Ada 11 siswa, laki-lakinya cuma 1 anak. Daftar nama tersebut yakni Andre, Reni, Nabila, Uki, Putri, Ayu, Jeni, Saifani, Destiya, Dea, dan Dwi. Aku mengajari mereka menulis puisi dan karangan pendek serta mengarahkan mereka untuk mempublikasikan karyanya di media massa. Jika tulisan mereka bisa dimuat di koran atau majalah, nama dan sekolah mereka jadi lebih dikenal masyarakat. Karena karyanya mereka bisa dibaca oleh ratusan ribu orang (bahkan dibaca jutaan orang kalau dimuat di koran/majalah yang lingkupnya nasional). Selain itu, tulisan yang terpublikasi itu akan menghibur/menginspirasi para pembacanya plus penulisnya akan mendapatkan honor berupa uang atau barang (contohnya Rian, siswa kelas 5, hari ini, 28 Agustus, baru saja dapat honor Rp. 29.000 karena karangan pendeknya dimuat Kedaulatan Rakyat). Aku pikir nanti giliran tulisan-tulisan kelas 6 yang akan dimuat. Sudah aku baca karya mereka: banyak yang bagus.

Aku juga mengajari mereka matematika. Siswa kelas 6 semuanya tenang dan memperhatikan tiap aku memberi penjelasan. Aku pertama kali masuk kelas 6 pada jam pulang sekolah (akan memberikan les matematika), mulanya aku menangkap gelagat mereka yang kurang semangat, agak uring-uringan dan malu-malu. Namun, ini tugasku agar bisa menumbuhkan motivasi belajar dan membangun kepercayaan dirinya. Ketika aku sudah menemukan kunci dan membuka rahasianya, mereka berubah jadi sumringah dan ketagihan belajar.

Kemudian mereka benar-benar semangat belajar. Aku lihat tawanya, senyumnya, wajahnya yang berseri-seri, kata-katanya yang lucu, polos, dan tekad belajarnya yang gigih. Kalau mereka sudah seperti itu, tentu aku jadi senang dan enjoy dalam mengajar. Ya walau kadang mereka nyebelin, meledek dan 'ngerjain' aku, tapi mereka tahu kapan mestinya harus serius.

Aku menemani mereka belajar berhitung cepat. Contoh soal 9 x 15, 95 x 95, 11 x 89, 103 x 107, dll bisa mereka taklukkan hanya sekitar 3 detik. Akar pangkat 3 dari 175.616, 614.125, 1.124.864, 1.259.712, dst bisa mereka rampungkan dalam sekejap. Tanpa bantuan kalkulator. Aku takjub dan mengapresiasinya, "Bahaya sekali ya kalian? Soal dengan angka jutaan kok bisa dikerjakan hanya 3 detik. Tepuk tangan buat kalian semua." Mereka sudah mahir berhitung cepat. Bahkan mereka ketagihan belajar matematika.

Aku menempatkan diri di kelas bukan sebagai guru, tapi sebagai teman belajarnya. Sebagai pemantik agar mereka mau berpikir dan mengeksplorasi segenap kemampuannya. Dengan cara ini, harapannya nanti siswa punya kepercayaan diri dan bisa belajar dengan mandiri. "Aku di depan ini bukan berarti pinter matematika. Hanya membantu teman-teman agar belajarnya lebih mudah. Di sini kita semua sama-sama belajar," tuturku. Siswa Kelas 6 sangat akrab denganku. Kita biasa cerita bareng, becanda bareng, main bareng, shalat dhuhur bareng. Kadang aku juga kasih mereka kisah-kisah motivasi dan cerita-cerita seru lainnya. Aku juga sudah memberi hadiah buku untuk 2 siswa yang yang tulisannya aku nilai paling bagus.

Aku menantang kelas 6, "Siapa saja yang nilai Matematika-nya 100, aku kasih hadiah. Ini catat nomor HP-ku, biar kalian bisa nagih janjiku." Mereka tanya hadiahnya apa, aku jawab rahasia, biar surprise. "Kalian semua harus semangat belajar. Kalau ada yang belum bisa, harus minta ajarin ke yang sudah bisa. Kalian harus kompak. Kalau SD Trowono III jadi SD dengan nilai tertinggi sekabupaten, nanti aku suruh temanku yang wartawan buat ngeliput. Berita tentang kalian bisa dimuat koran."

Di penghujung waktu mengajar, biasanya aku meminta maaf pada anak-anak bila aku ada kesalahan. Aku juga selalu mendoakan kebaikan-kebaikan untuk mereka. Semoga mereka selalu rajin belajar, jadi anak yang pinter, berprestasi, suka membantu dan selalu berbakti pada orangtua.

Tak terasa KKN kami hampir berakhir. Tanggal 31 Agustus kami akan ditarik pulang oleh kampus. Aku bakalan rindu berat pada anak-anak. Bagaiamana cara mengobatinya? Aku berencana sebulan sekali berkunjung ke SD Trowono III. Aku akan terus menyuntikkan semangat pada mereka, khususnya anak kelas 6 yang perlu dibina agar sukses UN. Kalau bisa, SD Trowono III buat target jadi sekolah dasar dengan nilai tertinggi sekabupaten. Dampak positifnya, semua anak bisa diterima di SMP Negeri atau SMP yang terbaik, SD Trowono III dapat poin plus, dll. Target ini bukan untuk membebani anak. Target adalah tolok ukur bagi kita agar kreativitas mengajarnya makin berkobar. Sehingga nanti anak belajarnya enjoy, semangat, dan mereka dengan kesadarannya sendiri tumbuh motivasi untuk berjuang melakukan yang terbaik.

Aku sendiri tergerak untuk membimbing anak belajar karena terinspirasi oleh tokoh Bu Muslimah dalam novel Laskar Pelangi. Bu Muslimah, guru dengan bayaran rendah di sekolah yang sangat pelosok di pulau Belitung. Dengan kesabaran, ketulusan dan dedikasi tinggi, beliau mampu mendidik 10 anak laskar pelangi SD Muhammiyah Gentong menjadi murid-murid yang cerdas dan berprestasi. Aku juga terinspirasi Bu Fauzanah, guru SD di sebuah desa di Temanggung yang mendirikan "Puskesmas Matematika" di rumahnya. Anak-anak didiknya yang tidak bisa matematika, diajak ke rumahnya untuk diberi pelajaran tambahan. Beliau tak pernah memungut biaya. Namun jika yang ikut les matematika dari anak orang kaya, boleh bayar, itu pun murah. Beliau punya belasan anak asuh. Semuanya cerdas, ada yang juara olimpiade matematika tingkat kabupaten, propinsi, nasional dan internasional. Mereka juga banyak yang kuliah di kampus negeri dengan beasiswa.
***

Teman-teman KKN-ku, ada yang mau membantu merealisasikan gagasan ini?  Pemuda-pemuda Baros Lor dan Baros Kidul ada yang mau mendukung misi ini?
***

Jogja, 28 Agustus 2017

AmRi

Komentar